Rabu, 30 Januari 2013

Tepung Telur

MAKALAH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN HEWANI
“ TEPUNG TELUR ”

Disusun Oleh :
Indah Nur Kasanah ( 2010340013 )
Siti Noor Azizah        ( 2010340027 )
Dian Nurseptiani       (20103400     )
Andila Rohyan            ( 20113400    )
Fakultas Teknologi Industri Pertanian
Jurusan Teknologi Pangan
Universitas Sahid Jakarta
2013
KATA PENGANTAR
          Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada  penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “ Tepung Telur “
            Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih dari jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun dengan demikian, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya penulis menerima masukan,saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini.
            Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Jakarta,  07 Januari 2013
                                                                                                                    Penulis 
 
BAB I
PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang
            Saat ini, telur sebagai ingridien pangan tidak hanya tersedia dalam bentuk utuhnya, tetapi juga tersedia dalam bentuk telur refrigerasi, telur beku dan tepung telur. Ketersediaan bahan-bahan ini tentunya akan membantu mempermudah aplikasi telur dalam pembuatan suatu produk pangan.
B.            Sifat Fungsional Telur
            Telur merupakan ingredien multifungsional. Selain meningkatkan nilai gizi telur juga berperan dalam membentuk tekstur, warna dan flavor produk. Hal ini disebabkan karena telur memiliki banyak sifat fungsional. Telur memiliki kemampuan koagulasi, pembentuk busa, pengemulsi, penghambat kristalisasi, pembentuk warna dan flavor.
a. Sifat koagulasi
            Sifat koagulasi telur atau kemampuannya untuk berubah bentuk dari cair menjadi padat/semipadat selama proses pemanasan bermanfaat sebagai bahan pengikat komponen lain dalam formulasi makan (misalkan pada sauce, isi pie, custard, topping maupun produk-produk bakery) dan membentuk tekstur. Kemampuan koagulasi ini memungkinkan telur untuk mengikat air dan mempertahankan kesan ‘basah’ produk bakery selama penyimpanan.
            Untuk terkoagulasi, kuning telur membutuhkan suhu yang lebih tinggi dibandingkan putih telur. Selain suhu, koagulasi juga dipengaruhi oleh keberadaan ingridien lain dan tingkat keasaman. Secara umum, makin tinggi pH, maka sifat koagulasi (kekuatan gel) akan melemah. Hal ini perlu diperhatikan, karena pH telur biasanya meningkat selama penyimpanan.
b. Daya busa (aerasi)
            Pengocokan telur akan membentuk busa yang diakibatkan oleh terperangkapnya udara di dalam lapisan film cairan telur. Walaupun kuning telur bisa membentuk busa, tetapi daya busanya jauh dibawah putih telur. Koagulasi protein oleh panas akan menstabilkan struktur busa, sehingga daya busa ini biasanya dimanfaatkan untuk membentuk tekstur produk (sebagai pengembang). Putih telur yang memiliki kemampuan untuk mengikat udara (membentuk dan menstabilkan busa) biasanya digunakan pada produk cake yang memiliki tekstur ‘mengembang’. Sebagai pembentuk busa, putih telur membantu meningkatkan volume, membentuk struktur porous halus di dalam produk, membentuk flavor dan mempertahankan tekstur (mencegah kolaps).
            Dalam pemilihan ingridien telur untuk pemanfaatan daya busanya, ada dua hal yang harus diperhatikan: keberadaan garam dan gula. Garam yang berlebihan akan menurunkan stabilitas busa karena memperlemah ikatan protein. Sementara itu, gula dapat meningkatkan stabilitas busa. Tetapi, jika penambahan gula terlalu banyak dan terlalu cepat (beberapa ingredien sudah mengandung gula didalamnya) akan menghambat proses pembentuk busa.
c. Daya emulsi
            Kuning telur adalah emulsifier pangan. Partikel kuning telur yang berinteraksi pada permukaan lemak akan membentuk lapisan pelindung yang menghambat penggabungan droplet droplet lemak sehingga lemak dapat terdistribusi secara merata di dalam adonan dan membantu memperbaiki karakteristik ‘empuk’ pada produk akhir. Pengeringan kuning telur merusak kemampuan lemak kuning telur sebagai pengemulsi. Untuk mengatasi hal ini, maka pada pembuatan kuning telur atau cairan yang mengandung kuning telur dilakukan penambahan 5 – 10% sukrosa.
d. Memperlambat kristalisasi
            Pada produk-produk dengan kandungan gula yang tinggi, penambahan putih telur akan membantu memperlambat proses kristalisasi sehingga kristal gula yang terbentuk pada produk berukuran kecil-kecil, dan memberi kesan halus pada tekstur produk akhir. Pada produk dessert dengan kandungan air tinggi dan dibekukan, keberadaan telur membantu untuk mencegah pembentukan kristal es berukuran besar (penyebab kesan kasar pada tekstur produk ketika dikonsumsi).
e. Fungsi lain-lain
            Telur juga digunakan untuk memperkaya flavor dan warna. Cairan putih telur atau kuning telur, kadang juga dioleskan di permukaan roti. Jika kuning telur akan memberikan warna coklat keemasan pada permukaan, maka putih telur akan memberikan kilap dengan warna yang lebih ringan dibandingkan kuning telur. Jika pengolesan putih telur hanya untuk membentuk kilap pada permukaan produk, maka gunakan ingridien telur yang telah dihilangkan glukosanya (glucose free) agar warna dapat dipertahankan. Putih telur juga berfungsi sebagai perekat untuk potongan buah atau sereal yang ditabur di permukaan produk bakery.
C.           Fungsi Telur Didalam Produk Bakery
            Di dalam produk bakery, telur berfungsi untuk meningkatkan volume dan memperbaiki kecerahan dan kilap produk, menambahkan flavor, warna, kandungan nutrisi, mendistribusikan lemak dan cairan, mendistribusikan busa, menstabilkan struktur dan membentuk tekstur yang halus. Beberapa contoh dapat dilihat pada (Tabel 1).
Tabel 1. Fungsi ingridien telur pada produk bakery
D.           Jenis dan Karakteristik Produk Ingridient Telur
            Sebagai ingridien produk pangan, telur bisa dijumpai dalam beberapa bentuk: dalam bentuk telur utuh, telur cair (telur refrigerasi), telur beku dan tepung telur. TIdak hanya dalam bentuk campuran putih dan kuning telur seperti apa adanya isi (cairan) telur, produk-produk ingridien telur ini bisa dijumpai pula dalam bentuk kuning telur saja atau putih telur saja, atau campuran kuning dan putih telur dengan rasio tertentu yang siap diaplikasikan untuk produk tertentu. Secara garis besarnya, proses pembuatan ingridien telur dapat dilihat pada (Gambar 1 ).  Dalam pembuatannya, semua ingridien telur mengalami proses pasteurisasi. Proses ini ditujukan untuk membunuh bakteri patogen Salmonella enteritidis yang mungkin terdapat di dalam cairan telur.
a. Tepung telur
            Bentuk ingridien telur yang memungkinkan aplikasinya pada proses pencampuran kering. Pada tahap pembuatannya dilakukan, glukosa di dalam telur dikeluarkan untuk mencegah terjadinya reaksi Maillard selama proses pengeringan dan penyimpanan tepung telur. Reaksi ini tidak diinginkan karena akan menyebabkan tepung telur berwarna coklat kusam, menghilangkan flavor khas telur dan menurunkan kelarutan. Karbohidrat ditambahkan kedalam cairan telur yang akan dikeringkan, untuk meningkatkan ketahannya terhadap panas, sehingga sifat fungsionalnya (kemampuan pembusaan, mengikat air, dan sebagainya) dapat dipertahankan. Biasanya, tepung telur mengandung aditif pembantu whipping, seperti sodium lauril sulfat sekitar 0,1% untuk menjaga agar daya busanya tetap terjaga. Tergantung dari teknik pembuatannya, maka tepung telur dapat dibedakan lagi menjadi tepung telur dan tepung telur instan.
            Tepung telur dapat digunakan untuk membuat cake, donat, roti dan cookies. Bagi produsen yang mencari kemudahan dalam penggunaan dan penyimpanan ingridien telur, maka tepung telur adalah jawabannya. Dalam kondisi wadah yang baik, tepung telur dapat disimpan di suhu ruang sampai sekitar satu tahun.
            Selain tepung telur, ada lagi ingridien telur yang bisa disimpan pada suhu ruang untuk jangka waktu terbatas (sekitar 6 bulan). Produk ini dikenal dengan nama room temperature stable egg (RTSE), dan biasanya memiliki kandungan gula yang tinggi (sekitar 50%) dan total solid sekitar 72%. Hanya saja, karena kandungan gula dan total solidnya yang cukup tinggi, maka produsen perlu melakukan reformulasi resep jika ingin menggunakan RTSE ini.
b. Telur beku
            Seperti halnya telur cair, telur beku juga tersedia dalam bentuk campuran maupun putih atau kuning telur saja. Juga bisa ditambahkan gula (kuning telur), maupun garam dan/atau susu (putih telur dan/atau cairan telur) Kuning telur atau cairan telur yang mengandung kuning telur jika dibekukan akan mengalami peningkatan kekentalan (membentuk konsistensi seperti gel) ketika dithawing (dicairkan). Untuk mencegah gelasi ini, biasanya ditambahkan garam, gula dan atau karbohidrat lain (sirup jagung) kedalam cairan kuning telur dan/atau cairan telur yang mengandung kuning telur yang akan dibekukan.
            Telur beku disimpan pada suhu beku (antara -14 sampai -21°C). Thawing atau pencairan kembali dilakukan dalam refrigerator atau dengan meletakan telur beku (yang masih terkemas rapi) di bawah aliran air mengalir dan harus digunakan segera setelah cair. Jika pemakaiannya tertunda, maka telur yang telah dithawing harus disimpan di dalam refrigerator(suhu 4 – 7°C) sampai jangka waktu maksimal tiga hari.
c. Telur cair (telur refrigerasi)
            Telur cair adalah cairan telur baik dalam bentuk cairan telur utuh, kuning atau putih saja, kuning telur bergula, cairan putih telur atau cairan telur dengan tambahan garam, ataupun campuran kuning dan telur dalam rasio tertentu. Kedalam telur cair terkadang ditambahkan aditif yang berfungsi sebagai whipping agent, seperti trietil sitrat.
            Dalam proses pembuatannya, telur cair mendapat perlakuan pasteurisasi sehingga terbebas dari mikroba patogen. Tetapi, karena pasteurisasi masih menyisakan sebagian mikroba pembusuk maka telur cair harus disimpan di dalam refrigerator (suhu 4 – 7°C) untuk memperpanjang umur simpannya. Karena penyimpanan di suhu refrigerasi ini, maka telur cair juga dikenal dengan nama telur refrigerasi. Selain pasteurisasi biasa, ada pula produk telur cair yang dipasteurisasi dengan suhu pasteurisasi yang lebih tinggi dan dikenal dengan proses pasteurisasi ultra dan produknya dikenal dengan nama ultra pasteurized liquid egg. Jika telur cair biasa memiliki umur simpan 4 – 7 hari jika disimpan di suhu refrigerator, maka dengan proses pasteurisasi ultra maka umur simpan dapat diperpanjang sampai 12 minggu.
  
BAB II
TEPUNG TELUR
A.           Tepung Telur atau Egg Powder
                Tepung telur adalah merupakan salah satu bentuk awetan telur yang diproses menjadi bubuk (egg powder ). Adapun tahap pembuatannya melalui proses pengeringan dan penepungan yang dimaksudkan agar lebih tahan lama dan dapat memperkecil tempat penyimpanan dan sekaligus biaya pengangkutan sehingga menjadi hemat. Dan dapat pula dijadikan solusi untuk mengurangi resiko pecah dalam proses pengiriman.
            Daya busa tepung telur sendiri lebih rendah bila dibandingkan dengan telur segar. Dalam pembuatan makanan, sifat-sifat fungsional dalam tepung telur tetap ada karena akan menentukan kemampuan dalam pembuatan makanan tersebut. Penambahan gula seperti sukrosa (gula pasir), laktosa, maltosa, dan dekstrosa dalam pembuatan tepung telur dapat memperbaiki sifat daya busanya. Sifat-sifat yang harus dipertahankan antara lain daya busa, sifat emulsi, sifat koagulasi (kemampuan menggumpal dan membentuk gel) dan warna.
            Suprapti (2002) menerangkan bahwa tepung telur disebut juga telur kering yang merupakan salah satu bentuk awetan telur melalui proses pengeringan dan penepungan. Disamping lebih awet, keuntungan lain dari tepung telur ialah volume bahan menjadi jauh lebih kecil sehingga menghemat ruang penyimpanan dan biaya pengangkutan. Tepung telur juga memungkinkan jangkauan pemasaran yang lebih luas dan penggunaannya lebih beragam dibandingkan telur segar.
            Daya emulsi, daya koagulasi, dan warna tepung telur umumnya tidak banyak berbeda dibandingkan dengan keadaan segarnya. Perbedaan warna tepung putih telur dengan telur segar terjadi jika kandungan gula pereduksi (yang sebagian besar adalah glukosa) dalam telur lebih dari 0,1 %, yaitu warna tepung telur akan berubah menjadi kecoklatan selama pengolahan dan penyimpanan (Shaleh., dkk, 2002). Keadaan ini dapat diatasi dengan cara mengurangi kandungan glukosa dalam cairan putih telur sebelum dibuat tepung dengan cara difermentasi menggunakan bakteri asam laktat (Streptococcus lactis) (Shaleh., dkk, 2002), fermentasi khamir atau ragi (Saccharomyces cerevisiae) menggunakan ragi roti atau dengan penambahan enzim glukosa oksidase (Buckle, 1987).
            Kandungan air sangat berpengaruh terhadap daya tahan tepung telur, bahan kering harus memiliki kandungan air sangat kecil. Kandungan air pada tepung telur harus kurang dari 5 %. Kadar air ini akan meningkat menjadi 9 – 10 % setelah disimpan. Mutu terbaik akan diperoleh jika pada saat disimpan kadar airnya maksimal 1 % (Shaleh., dkk, 2002)
B.            Cara Pakai Tepung Telur
            Pada awalnya di amerika, tepung telur ini dibuat untuk keperluan militer yang mana penggunaannya cukup ditambahkan dengan air dengan perbandingan 2 sendok makan tepung telur : 4 sendok makan air, dan juga dibuat untuk kepentingan bencana alam, pengiriman bahan-bahan makanan praktis ini dapat mengurangi resiko di perjalanan dan lebih awet. Bila telur tidak tahan 1 bulan, tepung telur ini bisa tahan dari 1 hingga 3 tahun, tergantung dengan tempat penyimpanannya. So praktis kan, hanya dengan mencampurkan bahan tersebut sudah bisa membuat telur dadar.
C.           Cara buat tepung telur secara tradisional
            Ada beberapa cara yang bisa dilakukan dalam membuat telur segar menjadi tepung telur. Adapun caranya bisa dilakukan bisa secara tradisional dan modern. Semakin kecil kadar air dalam tepung telur akan semakin baik & semakin awet. Jadi proses pengeringan dan penyimpanan sangat penting. Membuat tepung telur dengan cara tradisional bisa dilakukan dengan mudah, yaitu dengan cara sebagai berikut :
            Sebelum kita memulai prosesnya, siapkan dulu bahan-bahan berikut : telur ayam, ragi roti yang dipakai untuk proses fermentasi loyang, mixer, timbangan dan oven. Tahap pengolahannya adalah :
  1. Pilihlah telur ayam segar yang berkualitas / mutunya baik
  2. Kemudian cuci dan bersihkan telur ayam tersebut dengan air hangat
  3. Tahap berikutnya adalah memecahkan telur, bisa digabung atau dilakukan pemisahan antara kuning dan putih telur ( disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing )
  4. Bila mau dipisah setelah memecahkan telur, pisahkan bagian kuning telur dengan putih telurnya. Kemudian kocok telur tersebut secara terpisah dengan mixer hingga merata.
  5. Bersihkan / Saring kotoran yang ada dalam mixer
  6. Lalu proses pasteurisasi telur dengan suhu antara 64-65°C kurang lebih 3 menit
  7. Tahap berikutnya adalah fermentasi, tetapi untuk putih telur harus terlebih dulu diturunkan pH nya dengan cara menambahkan asam sitrat atau asam laktat sampai pH cairan putih telur menjadi 7.0
  8. Fermentasi dilakukan dg menambahkan ragi roti (khamir Saccharomyces cereviseae) sebanyak 0.2 – 0.4% (w/w) ke dalam adonan sambil diaduk agar merata. Setelah itu tunggu hingga 2-3 jam pada suhu ruang (30°C)
  9. Siapkan loyang untuk proses pengeringan, dan terlebih dulu olesi dengan minyak. Adonan siap dituangkan ke dalam loyang hingga 6 mm tebalnya.
  10. Proses selanjutnya yaitu pengeringan dg memakai oven dengan suhu kurang lebih ¬50°C selama 6-16 jam.
  11. Tahap terakhir, hasil flake yang didapat ditepungkan / dihaluskan dengan blender kering atau  hammer mill dan segera disimpan dalam wadah kedap udara / kantung plastic. Dan usahakan terhindar dg kontak udara yang terlalu lama.
D.           Cara buat tepung telur secara industri modern
            Ingin melihat telur tanpa cangkang, dalam tahun modern ini apa saja bisa dilakukan. Proses pembuatan telur segar menjadi tepung telur meliputi proses pasteurisasai yaitu proses untuk membunuh kuman / mikroorganisme. Bila sebelumnya kita sudah mengetahui proses pembuatan tepung telur secara tradisional, berikut adalah tahap-tahap yang dilakukan oleh industry modern dalam melakukan proses pembuatan tepung telur sebagai berikut :
  1. Pemilihan Telur untuk dibuat menjadi tepung harus diseleksi. Paling sederhana dengan cahaya lampu (candling). Teluer yang digunakan adalah yang bersih, tidak retak/pecah dengan mutu isi telur yang baik.
  2. Pencucian Telur dicuci dengan cara disemprotkan air hangat (32 – 350C) yang mengandung klorin (sebagai desinfektan) 100 – 200 ppm.
  3. Pemecahan kulit dan pemisahan Setelah telur kering, cangkangnya dipecahkan secara manual atau dengan mesin khusus. Meski memakan waktu lebih lama, namun dengan memecahkan telur secara manual, telur rusak/ tidak segar yang lolos saat seleksi awal, bisa dideteksi. Di tahap ini juga dilakukan pemisahan putih dan kuning telur, sesuai kebutuhan. Ada juga mesin yang selain memecahkan telur juga bisa langsung memisahkan bagian putih dan kuningnya.
  4. Pengurangan kadar gula: Tahap ini berfungsi untuk mengurangi kadar glukosa dalam telur. Tujuannya untuk menghasilkan tepung telur dengan kandungan gula yang tak lebih dari 0,1%. keberadaan gula menyebabkan warna tepung telur akan berubah menjadi kecokelatan selama proses pengolahan dan penyimpanan. Caranya bisa dengan proses fermentasi, menggunakan bakteri asam laktat (Streptococcus lactis), ragi roti (Saccharomyces cereviseae). Bakteri yang ditambahkan jumlahnya sebanyak 1% dari berat telur. Proses fermentasi ini berlangsung selama 3 – 4 jam pada suhu 26 – 370C). Selain itu, bisa juga dilakukan dengan reaksi enzimatis, umumnya dengan penambahan enzim glukosa oksidase. Enzim ini bisa dibeli secara komersial. Keasaman (pH) telur dijadikan 7,4 dan kemudian baru ditambahkan enzimnya. Jumlah enzim yang ditambahkan tergantung dari faktor ekonomis dan kualitas produk yang diinginkan. Proses ini berlangsung pada suhu 260C selama 9 jam.
  5. Pencampuran Setelah proses fermentasi selesai, ditambahkan dekstrosa 5%, kemudian diaduk hingga tercampur rata.
  6. Penyaringan Tujuannya untuk menghilangkan partikel-partikel berukuran besar yang bisa menyumbat lubang alat penyemprot yang akan digunakan sebagai alat pengering (spray dryer). Selain itu, fungsinya juga untuk membuang benda asing yang tidak diinginkan.
  7. Pasteurisasi bertujuan untuk membunuh bakteri Salmonella dan patogen lainnya yang mungkin mencemari telur. Dilakukan pada suhu 57,20C selama 15 menit dengan menggunakan uap panas.
  8. Pengeringan Proses ini dilakukan segera setelah pasteurisasi. Menggunakan spray dryer dengan suhu udara masuk 160 -1700C, suhu udara keluar 85 – 1000C dan tekanan penyemprotan 3,5 psi. Hasilnya adalah tepung telur dengan kadar air 2,5 – 3,5%.
  9. Pengemasan Metode pengemasan yang dilakukan haruslah tepat agar tidak terjadi penyerapan uap air yang akan menurunkan kualitas tepung telur. Pengemasan dilakukan dengan alat pengemas vakum.
            Untuk menambah bahan pengisi, beberapa industri mencoba mempercepat proses pengeringan dan menambah volume yg membuat harganya menjadi lebih murah. Kita perlu cermati karena perlu dikaji lagi, apakah tepung telur tersebut bahan pengisinya berasal dari bahan baku halal atau tidak. Disebabkan bahan pengisi / filler yang mereka gunakan adalah maltodekstrin, laktosa, atau terkadang gelatin.
            Dan bahkan beberapa industry memakai proses pengolahan enzimatis. Yang musti dikaji disini yaitu enzimnya, apakaha berasal dari hewan apa dan bagaimana proses mikrobial yang akan dilanjutkan beberapa proses lanjutan. Adapun factor lainnya yg memerlukan pengkajian adalah factor di internal pabrik itu sendiri yang menentukan kehalalannya terutama bila tepung telur itu diimpor dari beberapa negara non muslim seperti India, Amerika dan Cina.
BAB III
PENUTUP
A.                Kesimpulan
Ø  Telur sebagai ingridien pangan tidak hanya tersedia dalam bentuk utuhnya, tetapi juga tersedia dalam bentuk telur refrigerasi, telur beku dan tepung telur.
Ø  Tepung telur adalah merupakan salah satu bentuk awetan telur yang diproses menjadi bubuk (egg powder ).
Ø  Daya busa tepung telur sendiri lebih rendah bila dibandingkan dengan telur segar.
Ø  Sifat-sifat yang harus dipertahankan dalam pembuatan tepung telur antara lain daya busa, sifat emulsi, sifat koagulasi (kemampuan menggumpal dan membentuk gel) dan warna.
Ø  Suprapti (2002) menerangkan bahwa tepung telur disebut juga telur kering yang merupakan salah satu bentuk awetan telur melalui proses pengeringan dan penepungan.
Ø  Kandungan air sangat berpengaruh terhadap daya tahan tepung telur, bahan kering harus memiliki kandungan air kurang dari 5 %.
MAKALAH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN HEWANI
“ TEPUNG TELUR ”

Disusun Oleh :
Indah Nur Kasanah ( 2010340013 )
Siti Noor Azizah        ( 2010340027 )
Dian Nurseptiani       (20103400     )
Andila Rohyan            ( 20113400    )
Fakultas Teknologi Industri Pertanian
Jurusan Teknologi Pangan
Universitas Sahid Jakarta
2013
KATA PENGANTAR
          Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada  penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “ Tepung Telur “
            Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih dari jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun dengan demikian, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya penulis menerima masukan,saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini.
            Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Jakarta,  07 Januari 2013
                                                                                                                    Penulis 
 
BAB I
PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang
            Saat ini, telur sebagai ingridien pangan tidak hanya tersedia dalam bentuk utuhnya, tetapi juga tersedia dalam bentuk telur refrigerasi, telur beku dan tepung telur. Ketersediaan bahan-bahan ini tentunya akan membantu mempermudah aplikasi telur dalam pembuatan suatu produk pangan.
B.            Sifat Fungsional Telur
            Telur merupakan ingredien multifungsional. Selain meningkatkan nilai gizi telur juga berperan dalam membentuk tekstur, warna dan flavor produk. Hal ini disebabkan karena telur memiliki banyak sifat fungsional. Telur memiliki kemampuan koagulasi, pembentuk busa, pengemulsi, penghambat kristalisasi, pembentuk warna dan flavor.
a. Sifat koagulasi
            Sifat koagulasi telur atau kemampuannya untuk berubah bentuk dari cair menjadi padat/semipadat selama proses pemanasan bermanfaat sebagai bahan pengikat komponen lain dalam formulasi makan (misalkan pada sauce, isi pie, custard, topping maupun produk-produk bakery) dan membentuk tekstur. Kemampuan koagulasi ini memungkinkan telur untuk mengikat air dan mempertahankan kesan ‘basah’ produk bakery selama penyimpanan.
            Untuk terkoagulasi, kuning telur membutuhkan suhu yang lebih tinggi dibandingkan putih telur. Selain suhu, koagulasi juga dipengaruhi oleh keberadaan ingridien lain dan tingkat keasaman. Secara umum, makin tinggi pH, maka sifat koagulasi (kekuatan gel) akan melemah. Hal ini perlu diperhatikan, karena pH telur biasanya meningkat selama penyimpanan.
b. Daya busa (aerasi)
            Pengocokan telur akan membentuk busa yang diakibatkan oleh terperangkapnya udara di dalam lapisan film cairan telur. Walaupun kuning telur bisa membentuk busa, tetapi daya busanya jauh dibawah putih telur. Koagulasi protein oleh panas akan menstabilkan struktur busa, sehingga daya busa ini biasanya dimanfaatkan untuk membentuk tekstur produk (sebagai pengembang). Putih telur yang memiliki kemampuan untuk mengikat udara (membentuk dan menstabilkan busa) biasanya digunakan pada produk cake yang memiliki tekstur ‘mengembang’. Sebagai pembentuk busa, putih telur membantu meningkatkan volume, membentuk struktur porous halus di dalam produk, membentuk flavor dan mempertahankan tekstur (mencegah kolaps).
            Dalam pemilihan ingridien telur untuk pemanfaatan daya busanya, ada dua hal yang harus diperhatikan: keberadaan garam dan gula. Garam yang berlebihan akan menurunkan stabilitas busa karena memperlemah ikatan protein. Sementara itu, gula dapat meningkatkan stabilitas busa. Tetapi, jika penambahan gula terlalu banyak dan terlalu cepat (beberapa ingredien sudah mengandung gula didalamnya) akan menghambat proses pembentuk busa.
c. Daya emulsi
            Kuning telur adalah emulsifier pangan. Partikel kuning telur yang berinteraksi pada permukaan lemak akan membentuk lapisan pelindung yang menghambat penggabungan droplet droplet lemak sehingga lemak dapat terdistribusi secara merata di dalam adonan dan membantu memperbaiki karakteristik ‘empuk’ pada produk akhir. Pengeringan kuning telur merusak kemampuan lemak kuning telur sebagai pengemulsi. Untuk mengatasi hal ini, maka pada pembuatan kuning telur atau cairan yang mengandung kuning telur dilakukan penambahan 5 – 10% sukrosa.
d. Memperlambat kristalisasi
            Pada produk-produk dengan kandungan gula yang tinggi, penambahan putih telur akan membantu memperlambat proses kristalisasi sehingga kristal gula yang terbentuk pada produk berukuran kecil-kecil, dan memberi kesan halus pada tekstur produk akhir. Pada produk dessert dengan kandungan air tinggi dan dibekukan, keberadaan telur membantu untuk mencegah pembentukan kristal es berukuran besar (penyebab kesan kasar pada tekstur produk ketika dikonsumsi).
e. Fungsi lain-lain
            Telur juga digunakan untuk memperkaya flavor dan warna. Cairan putih telur atau kuning telur, kadang juga dioleskan di permukaan roti. Jika kuning telur akan memberikan warna coklat keemasan pada permukaan, maka putih telur akan memberikan kilap dengan warna yang lebih ringan dibandingkan kuning telur. Jika pengolesan putih telur hanya untuk membentuk kilap pada permukaan produk, maka gunakan ingridien telur yang telah dihilangkan glukosanya (glucose free) agar warna dapat dipertahankan. Putih telur juga berfungsi sebagai perekat untuk potongan buah atau sereal yang ditabur di permukaan produk bakery.
C.           Fungsi Telur Didalam Produk Bakery
            Di dalam produk bakery, telur berfungsi untuk meningkatkan volume dan memperbaiki kecerahan dan kilap produk, menambahkan flavor, warna, kandungan nutrisi, mendistribusikan lemak dan cairan, mendistribusikan busa, menstabilkan struktur dan membentuk tekstur yang halus. Beberapa contoh dapat dilihat pada (Tabel 1).
Tabel 1. Fungsi ingridien telur pada produk bakery
D.           Jenis dan Karakteristik Produk Ingridient Telur
            Sebagai ingridien produk pangan, telur bisa dijumpai dalam beberapa bentuk: dalam bentuk telur utuh, telur cair (telur refrigerasi), telur beku dan tepung telur. TIdak hanya dalam bentuk campuran putih dan kuning telur seperti apa adanya isi (cairan) telur, produk-produk ingridien telur ini bisa dijumpai pula dalam bentuk kuning telur saja atau putih telur saja, atau campuran kuning dan putih telur dengan rasio tertentu yang siap diaplikasikan untuk produk tertentu. Secara garis besarnya, proses pembuatan ingridien telur dapat dilihat pada (Gambar 1 ).  Dalam pembuatannya, semua ingridien telur mengalami proses pasteurisasi. Proses ini ditujukan untuk membunuh bakteri patogen Salmonella enteritidis yang mungkin terdapat di dalam cairan telur.
a. Tepung telur
            Bentuk ingridien telur yang memungkinkan aplikasinya pada proses pencampuran kering. Pada tahap pembuatannya dilakukan, glukosa di dalam telur dikeluarkan untuk mencegah terjadinya reaksi Maillard selama proses pengeringan dan penyimpanan tepung telur. Reaksi ini tidak diinginkan karena akan menyebabkan tepung telur berwarna coklat kusam, menghilangkan flavor khas telur dan menurunkan kelarutan. Karbohidrat ditambahkan kedalam cairan telur yang akan dikeringkan, untuk meningkatkan ketahannya terhadap panas, sehingga sifat fungsionalnya (kemampuan pembusaan, mengikat air, dan sebagainya) dapat dipertahankan. Biasanya, tepung telur mengandung aditif pembantu whipping, seperti sodium lauril sulfat sekitar 0,1% untuk menjaga agar daya busanya tetap terjaga. Tergantung dari teknik pembuatannya, maka tepung telur dapat dibedakan lagi menjadi tepung telur dan tepung telur instan.
            Tepung telur dapat digunakan untuk membuat cake, donat, roti dan cookies. Bagi produsen yang mencari kemudahan dalam penggunaan dan penyimpanan ingridien telur, maka tepung telur adalah jawabannya. Dalam kondisi wadah yang baik, tepung telur dapat disimpan di suhu ruang sampai sekitar satu tahun.
            Selain tepung telur, ada lagi ingridien telur yang bisa disimpan pada suhu ruang untuk jangka waktu terbatas (sekitar 6 bulan). Produk ini dikenal dengan nama room temperature stable egg (RTSE), dan biasanya memiliki kandungan gula yang tinggi (sekitar 50%) dan total solid sekitar 72%. Hanya saja, karena kandungan gula dan total solidnya yang cukup tinggi, maka produsen perlu melakukan reformulasi resep jika ingin menggunakan RTSE ini.
b. Telur beku
            Seperti halnya telur cair, telur beku juga tersedia dalam bentuk campuran maupun putih atau kuning telur saja. Juga bisa ditambahkan gula (kuning telur), maupun garam dan/atau susu (putih telur dan/atau cairan telur) Kuning telur atau cairan telur yang mengandung kuning telur jika dibekukan akan mengalami peningkatan kekentalan (membentuk konsistensi seperti gel) ketika dithawing (dicairkan). Untuk mencegah gelasi ini, biasanya ditambahkan garam, gula dan atau karbohidrat lain (sirup jagung) kedalam cairan kuning telur dan/atau cairan telur yang mengandung kuning telur yang akan dibekukan.
            Telur beku disimpan pada suhu beku (antara -14 sampai -21°C). Thawing atau pencairan kembali dilakukan dalam refrigerator atau dengan meletakan telur beku (yang masih terkemas rapi) di bawah aliran air mengalir dan harus digunakan segera setelah cair. Jika pemakaiannya tertunda, maka telur yang telah dithawing harus disimpan di dalam refrigerator(suhu 4 – 7°C) sampai jangka waktu maksimal tiga hari.
c. Telur cair (telur refrigerasi)
            Telur cair adalah cairan telur baik dalam bentuk cairan telur utuh, kuning atau putih saja, kuning telur bergula, cairan putih telur atau cairan telur dengan tambahan garam, ataupun campuran kuning dan telur dalam rasio tertentu. Kedalam telur cair terkadang ditambahkan aditif yang berfungsi sebagai whipping agent, seperti trietil sitrat.
            Dalam proses pembuatannya, telur cair mendapat perlakuan pasteurisasi sehingga terbebas dari mikroba patogen. Tetapi, karena pasteurisasi masih menyisakan sebagian mikroba pembusuk maka telur cair harus disimpan di dalam refrigerator (suhu 4 – 7°C) untuk memperpanjang umur simpannya. Karena penyimpanan di suhu refrigerasi ini, maka telur cair juga dikenal dengan nama telur refrigerasi. Selain pasteurisasi biasa, ada pula produk telur cair yang dipasteurisasi dengan suhu pasteurisasi yang lebih tinggi dan dikenal dengan proses pasteurisasi ultra dan produknya dikenal dengan nama ultra pasteurized liquid egg. Jika telur cair biasa memiliki umur simpan 4 – 7 hari jika disimpan di suhu refrigerator, maka dengan proses pasteurisasi ultra maka umur simpan dapat diperpanjang sampai 12 minggu.
  
BAB II
TEPUNG TELUR
A.           Tepung Telur atau Egg Powder
                Tepung telur adalah merupakan salah satu bentuk awetan telur yang diproses menjadi bubuk (egg powder ). Adapun tahap pembuatannya melalui proses pengeringan dan penepungan yang dimaksudkan agar lebih tahan lama dan dapat memperkecil tempat penyimpanan dan sekaligus biaya pengangkutan sehingga menjadi hemat. Dan dapat pula dijadikan solusi untuk mengurangi resiko pecah dalam proses pengiriman.
            Daya busa tepung telur sendiri lebih rendah bila dibandingkan dengan telur segar. Dalam pembuatan makanan, sifat-sifat fungsional dalam tepung telur tetap ada karena akan menentukan kemampuan dalam pembuatan makanan tersebut. Penambahan gula seperti sukrosa (gula pasir), laktosa, maltosa, dan dekstrosa dalam pembuatan tepung telur dapat memperbaiki sifat daya busanya. Sifat-sifat yang harus dipertahankan antara lain daya busa, sifat emulsi, sifat koagulasi (kemampuan menggumpal dan membentuk gel) dan warna.
            Suprapti (2002) menerangkan bahwa tepung telur disebut juga telur kering yang merupakan salah satu bentuk awetan telur melalui proses pengeringan dan penepungan. Disamping lebih awet, keuntungan lain dari tepung telur ialah volume bahan menjadi jauh lebih kecil sehingga menghemat ruang penyimpanan dan biaya pengangkutan. Tepung telur juga memungkinkan jangkauan pemasaran yang lebih luas dan penggunaannya lebih beragam dibandingkan telur segar.
            Daya emulsi, daya koagulasi, dan warna tepung telur umumnya tidak banyak berbeda dibandingkan dengan keadaan segarnya. Perbedaan warna tepung putih telur dengan telur segar terjadi jika kandungan gula pereduksi (yang sebagian besar adalah glukosa) dalam telur lebih dari 0,1 %, yaitu warna tepung telur akan berubah menjadi kecoklatan selama pengolahan dan penyimpanan (Shaleh., dkk, 2002). Keadaan ini dapat diatasi dengan cara mengurangi kandungan glukosa dalam cairan putih telur sebelum dibuat tepung dengan cara difermentasi menggunakan bakteri asam laktat (Streptococcus lactis) (Shaleh., dkk, 2002), fermentasi khamir atau ragi (Saccharomyces cerevisiae) menggunakan ragi roti atau dengan penambahan enzim glukosa oksidase (Buckle, 1987).
            Kandungan air sangat berpengaruh terhadap daya tahan tepung telur, bahan kering harus memiliki kandungan air sangat kecil. Kandungan air pada tepung telur harus kurang dari 5 %. Kadar air ini akan meningkat menjadi 9 – 10 % setelah disimpan. Mutu terbaik akan diperoleh jika pada saat disimpan kadar airnya maksimal 1 % (Shaleh., dkk, 2002)
B.            Cara Pakai Tepung Telur
            Pada awalnya di amerika, tepung telur ini dibuat untuk keperluan militer yang mana penggunaannya cukup ditambahkan dengan air dengan perbandingan 2 sendok makan tepung telur : 4 sendok makan air, dan juga dibuat untuk kepentingan bencana alam, pengiriman bahan-bahan makanan praktis ini dapat mengurangi resiko di perjalanan dan lebih awet. Bila telur tidak tahan 1 bulan, tepung telur ini bisa tahan dari 1 hingga 3 tahun, tergantung dengan tempat penyimpanannya. So praktis kan, hanya dengan mencampurkan bahan tersebut sudah bisa membuat telur dadar.
C.           Cara buat tepung telur secara tradisional
            Ada beberapa cara yang bisa dilakukan dalam membuat telur segar menjadi tepung telur. Adapun caranya bisa dilakukan bisa secara tradisional dan modern. Semakin kecil kadar air dalam tepung telur akan semakin baik & semakin awet. Jadi proses pengeringan dan penyimpanan sangat penting. Membuat tepung telur dengan cara tradisional bisa dilakukan dengan mudah, yaitu dengan cara sebagai berikut :
            Sebelum kita memulai prosesnya, siapkan dulu bahan-bahan berikut : telur ayam, ragi roti yang dipakai untuk proses fermentasi loyang, mixer, timbangan dan oven. Tahap pengolahannya adalah :
  1. Pilihlah telur ayam segar yang berkualitas / mutunya baik
  2. Kemudian cuci dan bersihkan telur ayam tersebut dengan air hangat
  3. Tahap berikutnya adalah memecahkan telur, bisa digabung atau dilakukan pemisahan antara kuning dan putih telur ( disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing )
  4. Bila mau dipisah setelah memecahkan telur, pisahkan bagian kuning telur dengan putih telurnya. Kemudian kocok telur tersebut secara terpisah dengan mixer hingga merata.
  5. Bersihkan / Saring kotoran yang ada dalam mixer
  6. Lalu proses pasteurisasi telur dengan suhu antara 64-65°C kurang lebih 3 menit
  7. Tahap berikutnya adalah fermentasi, tetapi untuk putih telur harus terlebih dulu diturunkan pH nya dengan cara menambahkan asam sitrat atau asam laktat sampai pH cairan putih telur menjadi 7.0
  8. Fermentasi dilakukan dg menambahkan ragi roti (khamir Saccharomyces cereviseae) sebanyak 0.2 – 0.4% (w/w) ke dalam adonan sambil diaduk agar merata. Setelah itu tunggu hingga 2-3 jam pada suhu ruang (30°C)
  9. Siapkan loyang untuk proses pengeringan, dan terlebih dulu olesi dengan minyak. Adonan siap dituangkan ke dalam loyang hingga 6 mm tebalnya.
  10. Proses selanjutnya yaitu pengeringan dg memakai oven dengan suhu kurang lebih ¬50°C selama 6-16 jam.
  11. Tahap terakhir, hasil flake yang didapat ditepungkan / dihaluskan dengan blender kering atau  hammer mill dan segera disimpan dalam wadah kedap udara / kantung plastic. Dan usahakan terhindar dg kontak udara yang terlalu lama.
D.           Cara buat tepung telur secara industri modern
            Ingin melihat telur tanpa cangkang, dalam tahun modern ini apa saja bisa dilakukan. Proses pembuatan telur segar menjadi tepung telur meliputi proses pasteurisasai yaitu proses untuk membunuh kuman / mikroorganisme. Bila sebelumnya kita sudah mengetahui proses pembuatan tepung telur secara tradisional, berikut adalah tahap-tahap yang dilakukan oleh industry modern dalam melakukan proses pembuatan tepung telur sebagai berikut :
  1. Pemilihan Telur untuk dibuat menjadi tepung harus diseleksi. Paling sederhana dengan cahaya lampu (candling). Teluer yang digunakan adalah yang bersih, tidak retak/pecah dengan mutu isi telur yang baik.
  2. Pencucian Telur dicuci dengan cara disemprotkan air hangat (32 – 350C) yang mengandung klorin (sebagai desinfektan) 100 – 200 ppm.
  3. Pemecahan kulit dan pemisahan Setelah telur kering, cangkangnya dipecahkan secara manual atau dengan mesin khusus. Meski memakan waktu lebih lama, namun dengan memecahkan telur secara manual, telur rusak/ tidak segar yang lolos saat seleksi awal, bisa dideteksi. Di tahap ini juga dilakukan pemisahan putih dan kuning telur, sesuai kebutuhan. Ada juga mesin yang selain memecahkan telur juga bisa langsung memisahkan bagian putih dan kuningnya.
  4. Pengurangan kadar gula: Tahap ini berfungsi untuk mengurangi kadar glukosa dalam telur. Tujuannya untuk menghasilkan tepung telur dengan kandungan gula yang tak lebih dari 0,1%. keberadaan gula menyebabkan warna tepung telur akan berubah menjadi kecokelatan selama proses pengolahan dan penyimpanan. Caranya bisa dengan proses fermentasi, menggunakan bakteri asam laktat (Streptococcus lactis), ragi roti (Saccharomyces cereviseae). Bakteri yang ditambahkan jumlahnya sebanyak 1% dari berat telur. Proses fermentasi ini berlangsung selama 3 – 4 jam pada suhu 26 – 370C). Selain itu, bisa juga dilakukan dengan reaksi enzimatis, umumnya dengan penambahan enzim glukosa oksidase. Enzim ini bisa dibeli secara komersial. Keasaman (pH) telur dijadikan 7,4 dan kemudian baru ditambahkan enzimnya. Jumlah enzim yang ditambahkan tergantung dari faktor ekonomis dan kualitas produk yang diinginkan. Proses ini berlangsung pada suhu 260C selama 9 jam.
  5. Pencampuran Setelah proses fermentasi selesai, ditambahkan dekstrosa 5%, kemudian diaduk hingga tercampur rata.
  6. Penyaringan Tujuannya untuk menghilangkan partikel-partikel berukuran besar yang bisa menyumbat lubang alat penyemprot yang akan digunakan sebagai alat pengering (spray dryer). Selain itu, fungsinya juga untuk membuang benda asing yang tidak diinginkan.
  7. Pasteurisasi bertujuan untuk membunuh bakteri Salmonella dan patogen lainnya yang mungkin mencemari telur. Dilakukan pada suhu 57,20C selama 15 menit dengan menggunakan uap panas.
  8. Pengeringan Proses ini dilakukan segera setelah pasteurisasi. Menggunakan spray dryer dengan suhu udara masuk 160 -1700C, suhu udara keluar 85 – 1000C dan tekanan penyemprotan 3,5 psi. Hasilnya adalah tepung telur dengan kadar air 2,5 – 3,5%.
  9. Pengemasan Metode pengemasan yang dilakukan haruslah tepat agar tidak terjadi penyerapan uap air yang akan menurunkan kualitas tepung telur. Pengemasan dilakukan dengan alat pengemas vakum.
            Untuk menambah bahan pengisi, beberapa industri mencoba mempercepat proses pengeringan dan menambah volume yg membuat harganya menjadi lebih murah. Kita perlu cermati karena perlu dikaji lagi, apakah tepung telur tersebut bahan pengisinya berasal dari bahan baku halal atau tidak. Disebabkan bahan pengisi / filler yang mereka gunakan adalah maltodekstrin, laktosa, atau terkadang gelatin.
            Dan bahkan beberapa industry memakai proses pengolahan enzimatis. Yang musti dikaji disini yaitu enzimnya, apakaha berasal dari hewan apa dan bagaimana proses mikrobial yang akan dilanjutkan beberapa proses lanjutan. Adapun factor lainnya yg memerlukan pengkajian adalah factor di internal pabrik itu sendiri yang menentukan kehalalannya terutama bila tepung telur itu diimpor dari beberapa negara non muslim seperti India, Amerika dan Cina.
BAB III
PENUTUP
A.                Kesimpulan
Ø  Telur sebagai ingridien pangan tidak hanya tersedia dalam bentuk utuhnya, tetapi juga tersedia dalam bentuk telur refrigerasi, telur beku dan tepung telur.
Ø  Tepung telur adalah merupakan salah satu bentuk awetan telur yang diproses menjadi bubuk (egg powder ).
Ø  Daya busa tepung telur sendiri lebih rendah bila dibandingkan dengan telur segar.
Ø  Sifat-sifat yang harus dipertahankan dalam pembuatan tepung telur antara lain daya busa, sifat emulsi, sifat koagulasi (kemampuan menggumpal dan membentuk gel) dan warna.
Ø  Suprapti (2002) menerangkan bahwa tepung telur disebut juga telur kering yang merupakan salah satu bentuk awetan telur melalui proses pengeringan dan penepungan.
Ø  Kandungan air sangat berpengaruh terhadap daya tahan tepung telur, bahan kering harus memiliki kandungan air kurang dari 5 %.